Rabu, 26 Februari 2014

Tagged Under:

Hubungan Agama Dan Negara

By: Unknown On: 19.15
  • Share The Gag


  • EI / D
    EI/D
     
    Hubungan Agama dan Negara
    Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kewarganegaraan
    Dosen Pengampu : SAINUL, SH.MA

    Disusun oleh Kelompok 1

    1.      Ana Khumairoh
    2.      Andiyansyah
    3.      Andre Windi arto
    4.      Angga Depri Prastya
    5.      Anggi Asmatara
    6.      Anggun Aprianes
    7.      Cantik Apriliani
    8.      Dian Tri Wibowo
    9.      Dita Damayanti
    10.  Eko Budi Setiawan


    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
    JURAI SIWO METRO
    T.A 2012/2013






    KATA PENGANTAR


    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq, rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah dengan judul “Hubungan Agama dan Negara” ini bermaksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewargaan.
    Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Sainul,SH.MA yang telah membimbing kami selama penyelesaian makalah ini.
    Tak ada gading yang tak retak, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami mohon maaf atas banyaknya kesalahan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan guna perbaikan makalah ini.





    Metro,   November 2012


    Penyusun














    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL............................................................................        i
    KATA PENGANTAR.........................................................................        ii         
    DAFTAR ISI.........................................................................................        iii

    BAB I   PEMBAHASAN....................................................................
    A.    Agama................................................................................        1
    B.     Negara................................................................................        1
    C.     Hubungan ..........................................................................        3
    D.    Konsep Relasi Agama dan Negara dalam Negara.............        5

    BAB II PENUTUP...............................................................................
    A.    Kesimpulan........................................................................        9

    DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 




    BAB II
    PEMBAHASAN
    A. Agama
    1. Pengertian agama
    Secara sederhana, pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan harun nasutian. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian harun nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi kegenerasi lainnya selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai ktiab-kitab suci. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai turunan bagi kehidupan manusia.
    B. Negara
    1. Pengertian Negara
    Secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), state (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
    Secara terminologi Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
    2. Tujuan Negara
    a.       Memperluas kekuasaan
    b.      Menyelenggarakan ketertiban hukum
    c.       Mencapai kesejahteraan umum
    Menurut plato, memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.
    Menurut Koger H. Soltau, Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
    3. Unsur-unsur Negara
    a.       Rakyat (masyarakat/warga Negara)
    Sangat penting dalam sebuah Negara, karena secara kongkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar Negara itu dapat berjalan dengan baik.
    b.      Wilayah
    Wilayah dalam sebuah Negara merupakan unsur yang harus ada, karena tidak mungkin ada Negara tanpa ada batas: teritorial yang jelas.
    c.       Pemerintah
    Pemerintah adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin organisasi Negara untuk mencapai tujuan Negara.

    4. Bentuk-bentuk Negara
    a. Negara kesatuan
    Bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, Negara kesatuan ini terbagi dalam 2 (dua) macam, yaitu:
    1)      Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, yakni sistem pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan dengan Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
    2)      Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, yakni kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dari otonomi daerah atau swatantra.
    b. Negara serikat (Federasi)
    Kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya. Sementara Negara Federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan Negara, keuangan, dan urusan pos.
    C. Hubungan Agama dan Negara
    Agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang sifatnya mutlak, sedangkan Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara. Sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama.
    Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discourse) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari Negara atau Negara merupakan bagian dari agama.
    Dalam memahami hubungan agama dan Negara ini, akan dijelaskan beberapa konsep hubungan agama dan Negara menurut beberapa aliran, antara lain paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.
    Paham teokrasi


    Paham sekuler


    Paham komunis

    :
    :
    :
    Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat-bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.
    Norma hukum ditentukan atas kesepatakan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.
    Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas.
    1. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Teokrasi
    Dalam perkembangan, paham teokrasi terbagi kedalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintah diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya Negara didunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula.
    Sementara menurut sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala yang memiliki otoritas atas nama Tuhan, kepala Negara atau raja diyakini memerintah atas kehendak Tuhan.
    2. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Sekuler
    Selain paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktik pemerintahan dalam kaitan hubungan agama dan Negara. Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama hubungan agama dan Negara. Dalam negera sekuler, tidak ada hubungan antar system kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.
    Dalam Negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini dan Negara intervensif dalam urusan agama.
    3. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Komunisme
    Paham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan agama berdasarkan pada filosofi materialisme – dialektis dan materialisme – historis. Paham ini menimbulkan paham atheis. Paham yang dipeolopori oleh Karl Marx ini, memandang agama sebagai candu masyarakat. Menurutnya, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama, dalam menemukan dirinya sendiri.
    Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama merupakan keluhan makhluk tertindas dalam Negara adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.
    D.    Konsep Relasi Agama dan Negara dalam Islam
    Dalam lintasan historis Islam, hubungan agama dengan negara dan sistem politik menunjukkan fakta yang sangat beragam. Banyak para ulama tradisional yang beragumentasi bahwa Islam merupakan sistem kepercayaan dimana agama memiliki hubungan erat dengan politik. Islam memberikan pandangan dunia dan makna hidup bagi manusia termasuk bidang politik. Dari sudut pandang ini maka pada dasarnya Islam tidak ada pemisahan antara agama dan politik.
    Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara islam. Sebagai agama (din) dan negara (dakwah), agama dan negara merupakan suaru kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.
    1.      Paradigma integralistik
    Agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan keduanya merupakan lembaga yang menyatu dan dinyatakan bahwa negara merupakan satu lembaga.
    2.      Paradigma simbiotik
    Antara negara dan agama adalah dua identitas yang berbeda. Tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari socialiti contact tapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari’at).
    3.      Paradigma sekularistik
    Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda, dan satu sama lain memiliki garapannya dibidang masing-masing. Sehingga keberadaanya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan interfensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka, hukum positif yang berlaku adalah hukum yanng betul-betul berasal dari kesepakatan manusia. Berbicara mengenai hubungan negara dan agama di indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk indonesia mayoritas islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan dikalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
    a.         Hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistik
    Maksud hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara negara dengan islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah pada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap ideologi politik islam.
    Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, dimana negara betul-betul mencurigai islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Disisi lain, umat islam sendiri pada masa itu memiliki gairah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan islam sebagi sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.
    b.      Hubungan agama dan negara yang bersifat akomodatif
     Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik.
    Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga negara mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI.
    Sejak pertengahan tahun 1980 an, ada indikasi hubungan antara islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya politik islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian ( besar ) masyarakat islm.
    Kebijakan-kebijakan itu berkembang luas, ada yang bersifat :
    1.      Struktural, yaitu dengan semakin terbukanya bagi para aktifis islam untuk terintegrasi kedalam negara.
    2.      Legislatif, misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan islam.
    3.      Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan umat islam dalam menjalankan : tugas-tugas keagamaan.
    4.      Kultural, misalnya menyangkut akomodasi negara terhadap islam menggunakan idium-idium perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik.








    BAB III
    PENUTUP
    A.    Kesimpulan
    Jadi, dapat simpulkan bahwa hubungan islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif dan sikap akomodatif muncul ketika umat islam Indonesia dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi pancasila. Oleh karena itu sintesa dimungkinkan dapat terjadi. Artikulasi pemikiran dan praktek politik islam yang legalistik dan formalistik sebagai penyebab ketegangan antar islam dan negara. Sedangkan wacana intelektualisme dan aktifisme politik islam yang substansialistik merupak modal dasar.











    DAFTAR PUSTAKA
    Azra, Azyumardi.2003.Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakaarta : ICCE UIN
    http://petuahmoenir.blogspot.com/2008/10/gamal-al-banna-relasi-agama-dan-negara.html
    http://hubungan islam dan Negara di Indonesia.







    0 komentar:

    Posting Komentar