“SILA PERTAMA
KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
Pancasila Pendidikan
Dosen Pembimbing : Nety Hermawati,SH.MA.,MH

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1:
Ø ANGGA DEFRI
PRASTYA
Ø ANGGI
ASMATARA
Ø DITA SEPTIANI
Ø ELI SAPUTRI
Ø KHODIJAH
WIDYA NINGSIH
Ø LISANI
KHASANAH
Ø LUTFIAH
NURROHMAH
Ø NINDYA
APRILIA
Ø NOVI LISTIAWATI
Ø RIZKY
KURNIATY
Ø ROHMADI
Prodi
Ekonomi Islam/D
Jurusan
Syariah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN JURAI SIWO METRO
T.P 2012-2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat allah
swt.yang telah memberi nikmat dan hidayah kepada kita semua sehingga kita dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.shalawat dan salam tidak lupa kami hanturkan
kepada nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari aman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang.
Dan
tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Ibu Nety Hermawati,SH.MA.,MH telah membimbing kami dalam mata kuliah pancasila pendidikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Pancasila Sila
Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,
makalah ini dibuat agar dapat mengetahui tentang pengertian belajar faktor yang
dapat mempengaruhi siswa dalam belajar.
Demi kesempuraan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Metro, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A.
Pengertian
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa................................. 2
B.
Makna dan
Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa........................ 3
C.
Inti Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa............................................ 4
D.
Butir-butir Sila Pertama............................................................... 5
BAB III PENUTUP........................................................................................ 6 A. Kesimpulan 6
B. Saran............................................................................................ 6
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................... 7
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pancasila yang merupakan dasar
negara dan juga pandangan hidup bangsa indonesia, memiliki peran penting bagi
kelangsungan hidup negara kesatuan republik indonesia. Ideologi bangsa ini
tidak pernah habis dimakan waktu, karena nilai-nilai yang terkandung di dalam
sila-silanya masih relevan hingga saat ini. Nilai-nilai yang terkandung
tersebut mengikuti perkembangan jaman, sehingga pancasila disebut sebagai
ideologi terbuka.
Di era yang serba modern ini, manusia ditutunt untuk berpikir inovatif dan kreatif agar bisa mengikuti perkembangan jaman yang ada. Jika kita tidak mampu mengimbangi perkembangan jaman yang semakin pesat, kita akan dianggap tertinggal oleh masyarakat dunia. Apalagi dengan adanya globalisasi dimana batas-batas wilayah seolah sudah tidak lagi tampak.
Di era yang serba modern ini, manusia ditutunt untuk berpikir inovatif dan kreatif agar bisa mengikuti perkembangan jaman yang ada. Jika kita tidak mampu mengimbangi perkembangan jaman yang semakin pesat, kita akan dianggap tertinggal oleh masyarakat dunia. Apalagi dengan adanya globalisasi dimana batas-batas wilayah seolah sudah tidak lagi tampak.
Globalisasi mempunyai dua sisi yang
bertolak belakang. Satu sisi membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Sedangkan sisi yang lain membawa dampak negatif.
Hal ini tentu wajar, karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang
sempurna. Pasti ada baik dan buruk dalam setiap halnya. Sebagai bangsa yang
menganut pancasila sebagai pandangan hidup, bangsa Indonesia tentu harus lebih
selektif dalam menentukan budaya-budaya apa saja yang baik atau buruk sebagai
dampak dari globalisasi. Pancasila, terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperan penting sebagai penyaring dalam menyeleksi baik buruknya budaya yang
dibawa arus globalisasi.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini adalah
“Sumber Rohani” yang mengandung arti dan makna perlunya diberlakukan Kewajiban
Asasi Manusia Saling Asih, Saling Asah, Saling Asuh, karena Tuhan Yang Maha Esa
itu bersifat Maha Belas Kasih.
Sila ini
menghendaki agar para agamawan bersatu dalam wadah/lembaga untuk menebarkan dan mensuburkan watak berbelas kasih satu sama lain
antara semua warga Republik Indonesia secara menyeluruh dan mereata, oleh
karena Tuhan menurunkan Agama-agama itu walaupun berlain-lain coraknya semua agama itu bertitik-temu pada ajarannya “Berbelas kasihanlah antara sesama manusia” yang
berasal dari satu Bapak (Adam) dan satu Ibu (Hawa) BHINEKA (beraneka-rupa), tetapi TUNGGAL IKA (sama seajaran).
Sila pertama dari dasar negara
Indonesia berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila tersebut merupakan sila yang
paling mendasar bagi sila-sila lainnya. Masalah ketuhanan dan kepercayaan
seseorang tidak dapat diganggu gugat karena merupakan hal yang paling hakiki
yang dimiliki manusia. Ketuhanan dan kepercayaan adalah sesuatu yang sangat
sakral dan memiliki makna yang sangat mendalam. Setiap manusia pasti memiliki
kepercayaannya masing-masing, yang jika dia memiliki iman atau keyakinan yang
kuat atas apa yang dipercayainya maka akan tetap ia pertahankan apa pun yang
terjadi. Sehingga, tidak pantas jika kita menganggu atau mengusik kepercayaan
orang lain. Kita wajib menghormati dan menghargai kepercayaan orang lain,
sehingga orang lain pun akan mnghormati dan menghargai kepercayaan yang yang
kita anut. Dengan adanya sikap saling menghormati dan menghargai kepercayaan
masing-masing tersebut, maka akan tercipta kedamaian dan ketentraman. Dengan
saling menghormati tidak akan terjadi perpecahan yang hanya akan membawa
keburukan bagi semua. Sikap saling menghormati dan menghargai sesama inilah
yang seharusnya kita kembangkan agar tidak terjadi perpecahan dan kerusuhan
yang berakibat pada kondisi keamanan negara.[1]
Sebagai bangsa yang menjunjung
tinggi Pancasila sebagai pandangan hidup, sudah seharusnya kita menghayati
dengan sungguh-sungguh dan mengamalkan sila pertama Pancasila tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan mengamalkannya, kita akan menyadari bahwa setiap
manusia berhak memiliki kepercayaannya masing-masing dan kita tidak boleh
memaksakan keyakinan kita pada orang lain.
Kerukunan
beragama jangan hanya semboyan yang kosong, tetapi kaum agamawan mesti bersatu
sebagai tenaga-tenaga ahli yang berfungsi menghidup suburkan moral warga negara
untuk saling mengasihi (asih), saling membimbing dan mendidik (asah) dan saling
melayani dan melindungi (asuh). Jangan seperti sekarang, ikut adu-domba
kekuatan dengan menebarkan “Kebencian” dan “Permusuhan”.
Tidak satu agama
pun yang tidak mengajarkan moral belas kasih-sayang manusia kepada sesama
manusia. Adapun dalam hal hubungan dengan tuhan, masing-masing menurut caranya
sendiri-sendiri, itulah hak asasinya. Tetapi kewajiban asasi manusia terhadap
manusia tidak boleh tidak, mesti saling asih, saling asah, saling asuh, dalam
kebersamaan hidup sepersamaan. Begitulah mestinya sila “ketuhanan yang maha
esa” diwujudkan.Sebagai ajaran
filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat
indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha
Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudiaan juga dijadikan
fundamental kenegaraan yaitu negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
B. Makna
dan Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Makna sila ini adalah:
1.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.
Hormat dan menghormati serta
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan
masing-masing.
4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.[2]
Arti sila ini adalah :
1.
Mengandung arti pengakuan adanya
kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
2.
Menjamin penduduk untuk memeluk
agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
3.
Tidak memaksa warga negara untuk
beragama.
4.
Menjamin berkembang dan tumbuh
suburnya kehidupan beragama.
5.
Bertoleransi dalam beragama, dalam
hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
6.
Negara memberi fasilitator bagi
tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi
konflik agama.[3]
Secara
filosofis Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung dalam sila pertama Pancasila yang
berkedudukan sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sehingga sila pertama
tersebut sebagai dasar filosofis bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dalam
hal hubungan negara dengan agama. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia
bukan mengatur ruang akidah umat beragama melainkan mengatur ruang publik warga
negara dalam hubungan antar manusia. Sebagai contoh berbagai produk peraturan
perundangan dalam hukum positif Islam, misalnya UU RI No. 41 tentang Wakaf, UU
RI No. 38 tentang Pengelolaan Zakat, ini mengatur tentang wakaf dan zakat pada
domein kemasyarakatan dan kenegaraan.
Secara
filosofis relasi ideal antara negara dengan agama, prinsip dasar negara
berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti setiap warga negara bebas
berkeyakinan atau memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Kebebasan dalam pengertian ini berarti bahwa keputusan beragama dan beribadah
diletakkan pada domain privat atau pada tingkat individu. Dapat juga dikatakan
bahwa agama perupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Negara
dalam hubungan ini cukup menjamin secara yuridis dan memfasilitasi agar warga
negara dapat menjalakan agama dan beribadah dengan rasa aman, tenteram dan
damai. Akan tetapi bagaimanapun juga manusia membentuk negara tetap harus ada
regulasi negara khususnya dalam kehidupan beragama. Regulasi tersebut
diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan kepada warga negara. Regulasi
tersebut berkaitan dengan upaya-upaya melindungi keselamatan masyarakat (public
savety), ketertiban masyarakat (public order), etik dan moral
masyarakat (moral public), kesehatan masyarakat (public healt)
dan melindungi hak dan kebebasan mendasar orang lain (the fundamental right
and freedom orders). Regulasi yang dilakukan oleh negara terhadap kebebasan
warga negara dalam memeluk agama, nampaknya masih memerlukan pengembangan lebih
lanjut. Misalnya dalam KUHAP, hanya dimuat dalam beberapa pasal saja misalnya
Pasal 156 yang mengatur tentang kebencian dan penghinaan pada suatu agama,
Pasal 156a tentang penodaan agama, Pasal 175 merintangi dengan kekerasan
upacara keagamaan, Pasal 176 tentang mengganggu pertemuan keagamaan.[4]
C. Inti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi menjiwai keempat sila lainnya. Dalam
sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah sebagai pengenjawantahan tujuan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggaraan negara,
politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undanganan
negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.[5]
Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah
manusia, karena negara adalah sebagai lembaga hidup bersama sebagai lembaga
kemanusian dan manusia adalah sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai kuasa prima.
Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, adanya Tuhan adalah mutlak,
sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas serta pula sebagai pengatur
tata tertib alam.[6]
D.
Butir-butir
Sila Pertama
1. Bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan
yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara
sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.[7]
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan sila yang paling mendasar bagi sila-sila lainnya dalam pancasila.
Ketuhanan yang berkaitan dengan kepercayaan merupakan hal yang paling hakiki
dan tidak bisa diganggu gugat. Sebagai mahkluk tuhan, kita wajib menghargai dan
menghormati kepercayaan orang lain agar tercipta kedamaian antar umat beragama,
terutama di negara kita tercinta, Indonesia. Dengan adanya filter tersebut diharapkan budaya-budaya yang
tidak sesuai dengan jati diri bangsa tidak akan meracuni generasi yang ada
dimasyarakat.
B.
SARAN
1. Sebagai manusia Indonesia yang
berpedoman pada Pancasila, kita harus saling menghargai agama dan kepercayaan
masing-masing agar tidak memicu perpecahan dan menciptakan suasana yang damai
antar umat beragama.
2. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
sudah seharusnya kita mempertebal keimanan kita agar tidak mudah terpengaruh
oleh hal-hal baru dari berbagai belahan dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
Dr. Kaelan M.S, Pendidikan Pancasila,
(Yogyakarta, Paradigma, 2010) Hal.79
Notonagoro,1975, Pancasila Secara Ilmiah Populer,
Pantjuran Tujuh, Jakarta. Hal.78
0 komentar:
Posting Komentar